Rabu, 24 Desember 2014

Tindak Pidana Pajak

TINDAK PIDANA PAJAK 


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Pengertian Pajak
Pajak adalah iuran dari penduduk suatu negara kepada negara (bersifat memaksa), berdasarkan undang-undang untuk membiayai belanja negara dan sebagai alat untuk mengatur kesejahteraan dan perekonomian. Menurut UU RI no.28 tahun 2007tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang dimaksud dengan pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Lima unsur pokok dalam definisi pajak pajak adalah :
Ø  Iuran/pungutan dari rakyat kepada Negara
Ø  Pajak dipungut berdasarkan undang-undang
Ø  Pajak dapat dipaksakan
Ø  Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi
Ø  Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara (pengeluaran umum pemerintah)
Ciri-ciri Pajak yang terdapat dalam pengertian pajak antara lain sebagai berikut :
1.        Pajak dipungut oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah berdasarkan atas undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
2.        Pemungutan pajak mengisyaratkan adanya alih dana (sumber daya) dari sektor swasta (wajib pajak membayar pajak) ke sektor negara (pemungut pajak/administrator pajak).
3.        Pemungutan pajak diperuntukan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.
4.        Tidak dapat ditunjukan adanya imbalan (kontraprestasi) individual oleh pemerintah terhadap pembayaran pajak yang dilakukan oleh para wajib pajak.
5.        Berfungsi sebagai budgeter atau mengisi kas negara/anggaran negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial  (fungsi mengatur / regulatif)


1.2.  Fungsi Pajak
1.         Fungsi Budgeter adalah fungsi pajak sebagai sumber pemasukan keuangan negara untuk pembiayaan pembangunan.
2.         Fungsi Alokasi adalah fungsi pajak sebagai sumber pemasukan keuangan negara untuk kemudian dialokasikan untuk pengeluaran rutin negara.
3.         Fungsi regulasi adalah pajak yang digunakan sebagai alat untuk mengatur atau mencapai tujuan-tujuan tertentu, pada umumnya sektor swasta atau sering disebut kebijakan fiskal.
4.         Fungsi Sosial adalah pemungutan pajak disesuaikan dengan kekuatan seseorang untuk dapat mencapai pemuasan kebutuhan setinggi-tingginya.

1.3.  Macam-macam Pajak
·           Berdasarkan Kewenangan Pemungutan
1. Pajak Pusat, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat. Contoh: PPh, PPN, PPn-BM
2. Pajak Daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah. Contoh: pajak Reklame, PKB (pajak Kendaraan Bermotor)
·           Berdasarkan Cara Pemungutannya
1. Pajak Langsung, adalah pajak yang pembayarannya harus ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dialihkan oleh orang lain. Contoh: PPh, PBB
2. Pajak tidak Langsung, adalah pajak yang pembayarannya dapat dialihkan kepada pihak lain. Contoh: Pajak Penjualan, PPn-BM, PPN, Bea Materai dan Cukai
·           Berdasarkan Sifat Pemungutannya
1. Pajak Subjektif, adalah pajak yang memperhatikan kondisi keadaan wajib pajak. Dalam hal ini penentuan besarnya pajak harus ada alasan-alasan objektif yang berhubungan erat dengan kemampuan membayar wajib pajak. Contoh: PPh
2. Pajak Objektif, adalah pajak yang berdasarkan pada objeknya tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh: PPN, PBB


BAB II
KASUS
TEMPO.CO, Surakarta - Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah II saat ini tengah memeriksa bukti permulaan atas adanya dugaan pidana perpajakan yang dilakukan enam wajib pajak. Kepala Bidang Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah II, Basuki Rakhmad, mengatakan keenam wajib pajak tersebut diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp 11,3 miliar. "Jumlah itu dihitung dari kewajiban membayar pajak yang tidak dilakukan oleh wajib pajak," ujarnya, Kamis, 3 April 2014. Tindak pidana perpajakan yang dilakukan, kata dia, umumnya yakni wajib pajak tidak membayar pajak sesuai dengan ketentuan.
Basuki menjelaskan, keenam wajib pajak yang masuk kategori bandel itu terdapat di sejumlah daerah di Jawa Tengah. Basuki tidak menyebutkan identitas mereka. Dia hanya menyebutkan di Kabupaten Sukoharjo terdapat satu wajib pajak bandel yang berbisnis dalam bidang perdagangan bahan bangunan. Di Kabupaten Karanganyar, ada dua wajib pajak bandel. Salah satunya memiliki usaha dalam bidang perdagangan alat rumah tangga, sementara yang lainnya berdagang pupuk. Di Kabupaten Cilacap, terdapat satu wajib pajak bandel yang punya usaha dalam bidang jasa konstruksi.
Seorang wajib pajak perorangan di Magelang yang punya usaha dalam bidang peternakan juga sedang diperiksa. Terakhir, wajib pajak bandel yang disorot berada di Surakarta. Dia memiliki usaha yang bergerak dalam bidang industri kertas.
Selain memeriksa wajib pajak, Kantor Wilayah Pajak Jawa Tengah II sudah mengeluarkan 4.378 surat paksa pembayaran pajak dan 200 surat perintah penyitaan aset. Juga melelang enam aset milik wajib pajak dan memblokir 47 rekening.
Basuki mengatakan tindak penegakan hukum ini untuk mengamankan target penerimaan pajak sebesar Rp 7,097 triliun. Saat ini setoran pajak baru Rp 1 triliun.
Adapun Kepala Seksi Pelayanan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta, Hafidz El Fauzi, mengatakan, hingga akhir Maret 2014, penyampaian surat pemberitahuan tahunan wajib pajak perorangan mencapai 47,2 persen dari total 63.736 wajib pajak. “Bagi wajib pajak yang menyampaikan SPT lewat e-filling masih ada waktu sampai 30 April 2014,” katanya.
Sebanyak 2.274 wajib pajak ditargetkan menggunakan e-filling, namun ternyata 3.798 orang tercatat memanfaatkan layanan tersebut.
UKKY PRIMARTANTYO


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan:
Tindak pidana perpajakan yang terjadi di daerah Jawa Tengah tersebut memiliki beberapa kemungkinan pelanggaran hukum perpajakan diantaranya yaitu melakukan kesalahan-kesalahan yang disengaja seperti berikut ini:
·         Tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan NPWP; atau
·         Tidak menyampaikan SPT;
·         Menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap; atau
·         Menolak untuk melakukan pemeriksaan; atau
·   Menolak memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar; atau
·    Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan atau dokumen lainnya; atau
·       Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara
Tindakan disengaja tersebut Menurut Pasal 38 UU No. 16 Tahun 2000, dapat dipidana paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang dibayar
Penyebab beberapa wajib pajak melakukan hal tersebut dikarenakan mereka ingin mendapatkan keuntungan yang besar dengan membayar pajak dengan se-minimal mungkin, dan mungkin kurangnya pengetahuan dan kepedulian mereka terhadap hukum Negara terutama tentang pajak. Padahal pajak merupakan pendapatan terbesar bagi Negara kita.
Dari paragraf terakhir juga dapat disimpulkan kendala beberapa wajib pajak yang tidak memiliki waktu untuk membayar pajak sehingga mereka butuh sarana pembayaran yang lebih mudah dan efisien, contohnya seperti layanan e-filling.

Saran:
Ø  Bagi fiscus → memberikan pemahaman atau sosialisasi mengenai hukum perpajakan, dan meyakinkan wajib pajak untuk taat pajak atau mungkin memberikan sarana untuk mempermudah wajib pajak untuk membayar pajak.
Ø  Bagi wajib pajak → lebih peduli terhadap hukum pajak karena pajak merupakan sumber utama untuk kesejahteraan bersama.


BAB IV
DAFTAR PUSTAKA



Tidak ada komentar:

Posting Komentar