MAHASISWA idealis, itulah yang
selama ini selalu digembar-gemborkan dan ditanamkan pada diri setiap mahasiswa.
Idealisme menjadi paham yang dipandang perlu bahkan wajib dimiliki setiap
mahasiswa sebagai kaum yang ‘dianggap’ intelek, di mana masyarakat menaruh
ekspektasi yang besar kepada para mahasiswa untuk melakukan perubahan yang
lebih baik bagi negeri kita tercinta, Indonesia.
Namun
apakah hanya idealisme saja yang wajib dimiliki mahasiswa untuk perubahan yang
lebih baik tersebut? Tentu saja tidak, bukan hanya idealisme yang harus
dimiliki mahasiswa dan mahasiswi Indonesia untuk membangun negeri ini ke arah
yang lebih baik dan maju. Lalu, jika bukan hanya idealisme apalagi yang wajib
dipegang sebagai prinsip hidup oleh para mahasiswa dan mahasiswi untuk mengubah
negeri ini ke arah yang lebih baik? Jawabannya adalah sikap realistis, sikap
yang sering dipandang negatif dari kacamata mahasiswa, sikap yang mengikuti
arus dan jauh dari sebuah idealisme.
Memang,
kita tidak pernah mendengar para pemimpin-pemimpin besar yang lahir dan
merubah dunia berangkat dari pemikiran-pemikiran mereka yang realis, para
pemimpin besar tersebut merubah dunia dengan berpegang teguh pada idealisme
mereka. Namun, sebagai suatu pandangan yang dapat dilihat dari berbagai
perspektif tidak selamanya menjadi idealis itu baik, dan tidak selamanya
menjadi menjadi realistis itu buruk atau pun sebaliknya (menjadi idealis itu
buruk, dan menjadi realistis itu baik).
Idealis
dan realis mempunyai kebaikan dan kekurangannya masing-masing. Dengan
mempertahankan idealisme mahasiswa akan dianggap sempurna, dengan menjadi
idealis mahasiswa akan berpegang teguh pada pendirian dan cita-citanya. Namun,
terlalu idealis juga mendorong mahasiswa bersikap ambisius dan tidak mau kalah,
serta sulit menerima kenyataan, ketika apa yang diharapkan tidak sesuai dengan
apa yang dicita-citakan.
Dalam
keadaan tersebut, ketika apa yang dicita-citakan tidak sesuai dengan kenyataan
atau realitas yang terjadi, yang harus ada dalam diri adalah sikap realistis
karena dengan realistis kita akan belajar untuk menerima apa adanya lingkungan
kita, dan kita akan mudah beradaptasi dan berdamai dengan lingkungan kita,
serta rasa syukur kita akan selalu terlimpahkan pada Tuhan Yang Maha Esa.
Seperti halnya menjadi idealis, menjadi realistis juga mempunyai sisi buruknya,
terkadang menjadi realistis membuat kita menjadi orang yang cenderung kurang motivasi
dan apatis.
Kita
terjebak dalam paradigma kita sendiri yang memandang bahwa idealis dan
realistis sabagai suatu prinsip yang kontradiktif. Padahal jika dilihat dari
suatu sudut pandang yang lebih terbuka sebenarnya cita-cita yang berangkat dari
pemikiran atau paham idealis akan terwujud bila dibarengi dengan sikap yang
realistis. Misalnya saja, ketika seseorang yang idealis gagal mewujudkan
cita-citanya untuk melakukan perubahan yang dapat membangun negeri ini ke arah
yang lebih baik, jika dibarengi dengan sikap yang realistis kegagalan tersebut
tentu akan disikapi dengan tenang dan bijak dan ia akan menerima dan berdamai
dengan realita yang terjadi, ketika seseorang sudah menerima dan berdamai
dengan realita tentu yang akan muncul adalah fikiran-fikiran positif yang tentu
akan berdampak positif pula.
Idealisme
dan realisme mempunyai sisi baik dan buruknya masing-masing. Keduanya tidak
kontradiktif, karena bila disandingkan bersama idealisme dan realisme berada
dalam satu harmoni dan saling melengkapi. Sebagai mahasiswa tentu kita memahami
bagaimana mengambil sikap atas keduanya, karena mahasiswa pastilah paham
tentang persoalan mana yang dianggap baik dan mana yang dianggap buruk, mana
yang dianggap benar dan mana yang dianggap salah, serta mana yang dianggap
indah dan mana yang dianggap jelek. Tinggal kita saja sebagai mahasiswa yang
pandai-pandai untuk mengambil hal-hal positif yang ada diantara keduanya.
“Look
closer and you’ll see, idealistic and realistic is a harmony.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar